Poligami Aman
Oleh A
Dardiri Zubairi*
Poligami. Inilah kata yang sarat
emosi, lebih-lebih pada istri dan anak-anak. Sudah tak terhitung jumlahnya
istri yang belingsatan gara-gara suaminya poligami. Sudah tak terkira
dahsyatnya amuk poligami yang menjadikan rumah tangga linglung bahkan ambruk.
Poligami diam-diam disuka oleh laki-laki, tapi melukai istri dan anak-anaknya. Don’t
try at home.
Tapi tenang, ada poligami yang aman buat laki-laki. Cara ini bisa dilakukan
dengan terang-terangan dan terbuka. Tak perlu takut. Kalau keranjingan
paling-paling “disemprot” oleh istri gara-gara menggoyangkan sendi-sendi
perekonomian keluarga. Atau dicemberuti istri ketika berduaan dalam kesunyian
penuh gairah.
Poligami dengan siapakah itu? Buku. “Istri kedua saya, buku,” kata Ulil,
pendiri JIL, dalam sebuah waawancara entah saya lupa di media cetak mana.
Kemarin, ketika saya bertemu dengan Asy’ari Khatib, penerjemah produktif (sudah
ada 23 judul buku yang diterjemah) dalam kegiatan “Temu Guru Penulis” di SMA 3
Annuqayah Sumenep, dia mengucapkan kalimat yang sama, “buku adalah istri kedua
saya.”
Mendengar itu saya hanya manggut-manggut. Level orang yang menjadikan buku
sebagai istri kedua, tentu tidak main-main. Saya membayangkan mereka
memperlakukan buku dengan penuh kasih sayang. Buku diposisikan sebagai “person”
yang bernyawa. Diajak berbicara, berdialog, berdebat, bahkan bertengkar. Pada
perjumpaan yang menegangkan bahkan mungkin ditinggal. Tetapi pada saat yang
sama, ia kembali terperangkap pada lirikan genit buku lain.
Ibarat orang yang selalu terganggu libidonya, pecinta buku akan terpesona
melihat buku baru. Hatinya bergetar ingin memilikinya. Ia terkadang melupakan
persediaan sembako di dapur atau mungkin persediaan susu anaknya. Kemolekan
buku telah membuatnya lupa segalanya.
Berdiri, duduk, telentang sambil tiduran, atau tengkurap sekalipun, buku selalu
menemaninya. “Bahkan maaf, ke WC pun saya membawa buku,” kata Asy’ari Khatib
kepada peserta diskusi buku. Entahlah, apa istri mas Asy’ari cemberut melihat
“istri nomer duanya” itu diperlakukan dengan manjanya?
Kemarin, saya memperoleh “dua istri baru” secara gratis. Tak perlu pakai
maskawin. Satu bernama “10 Bulan Pengalaman Eropa”, satunya bernama “Taubat itu
Nikmat”. Saya menerimanya langsung dari orang yang melahirkannya, M Mushthafa
dan Asy’ari Khatib. Saat ini bersama mereka, saya bergiat melakukan gerakan
literasi dengan menyemarakkan membaca dan menulis bagi guru dan
siswa.
Nah, bagi Anda yang ingin “poligami”, silahkan menikah dengan buku. Ini juga
berlaku bagi istri yang ingin “bersuami baru”. Tapi jika uang belanja tekor,
jangan salahkan saya.
Pulau Garam | 22 Maret 2013
*Cendekiawan muda NU, pengasuh pesantren, dan tinggal di Gapura, Sumenep.
Bermimpi Lepas dari Hantu Gadget
Puntak - M. Faizi
Revolusi Kenabian oleh Sofyan RH. Zaid