Buku: Indonesia adalah Kita - Antologi Puisi Penyair Penjaga Kebhinnekaan
Buku Puisi: Indonesia adalah
Kita - Antologi Puisi Penyair Penjaga Kebhinnekaan
Kurator: Ezra Tuname
Editor: Julia Daniel
Kotan
Kata Sambutan: Dewi Motik Pramono
Prolog: Yosep Yapi Taum
Epilog: Alexander Aur
Cetakan Pertama: Agustus 2017
Prolog: Yosep Yapi Taum
Epilog: Alexander Aur
Cetakan Pertama: Agustus 2017
Penerbit: TareSI
Publisher & Leragere Pustaka Utama
Catatan Editor Kita adalah Indonesia
Menjadi warga negara yang mencintai bangsanya
adalah hal yang didambakan oleh setiap pribadi . Maka untuk menunjukkan rasa
cinta itu dapatlah dilakukan dengan
mengeksplorasi talenta dalam diri yang ada pada setiap orang. Demikian
juga dengan terbitnya buku “Kita Adalah Indonesia”
masing-masing kontributor mengupayakan dengan maksimal mungkin penuangan
gagasan untuk menjadi puisi yang indah. Saya sebagai ketua penerbitan dan
sekaligus menjadi editor merasakan gejolak yang menantang untuk menyuarakan
hati ingin menyuarakan rasa cinta
pada bangsa kita. Moment
yang begitu agung, menyonsong HUT ke-72 RI, kami sepakat membuat sesuatu yang
dapat abadi dan berguna bagi bangsa kita. Disepakati menuliskan puisi yang
bernapaskan kebangsaan dan merawat kebhinnekaan. Akhirnya diputuskan , supaya lebih luas cakupannya maka
yang terpenting adalah bernuansa Indonesia yang terkenal dengan kebhinnekaanya. Hingga lahirlah Antologi Puisi Penyair Penjaga Kebhinnekaan “ KITA Adalah Indonesia .”
Proses bergulir , semua proses berjalan
lancar dan kami sangat merasakan sensasi bekerja sama dalam pembuatan buku
antologi ini. Saat kami merasakan dari para kontributor adalah penyair yang berbeda suku dan bahasa serta pekerjaan dan juga jam terbang
dalam kepenulisan karya puisi. Tak ada sekat dan semua mufakat, kita tetap
kompak. Mulai dari menghubungi para sastrawan dan juga yang bukan
sastrawan. Saat selesai Kami meminta
banyak endorsement dari pejabat sampai anak didik dan mereka memberikan
respon bahwa puisi ini menggelitik, mengundang berpikir dan mereka sangat
apresiatif.
Sampai pada kisah Ibu Dewi Motik Pramono yang berkenan memberikan salah satu puisi dari buku puisi beliau yang digunakan sebagai pengantar kata sambutan beliau. Ibu Dewi Motik
sungguh menyuport dan mengapresiasi usaha ini sehingga beliau berkenan
memberikan sambutan untuk antologi ini. Sangat menyentuh Ibu Dewi Motik mengingatkan
pada kita bahwa bangsa kita akan maju dan baik-baik saja kalau Pancasila,
Bhinneka Tunggal Ika, UUD’45 serta Harga
mati NKRI kita pertahankan , akan terciptalah keharmonisan dan tekat para
penyair dalam antologi ini akan terealisasikan. Sesuai slogan kami sebagai penyair penjaga kebhinnekaan. Sesuatu yang
magis untuk diucapkan di tengah maraknya pengucapan slogan oleh masyarakat
Indonesia yang diucapkan oleh Bapak Presiden Indonesia , Bapak Joko Widodo atau
sering disebut Bapak Jokowi. AKU INDONESIA. AKU
PANCASILA.
Terima
kasih pada para kontributor yaitu para penyair yang terdiri dari Eka Budianta ,
Timur Sinar Suprabana,
Jamal Rahman Iroth, Ahmad Setyo, Setyo Widodo, Maya Azeezah, Wayan Jengki
Sunarta, Eddy Pramduane, A Slamet Widodo, Muhammad De Putra, Riri Satria, Jose
Rizal Manua, Dian Rusdi, J. Edward
Tampubolon, Waty Sumiati Halim, Heru Marwata, Bambang Widiatmoko, Immaculata Is
Susetyaningrum, Buanergis Muryono, Panjikristo, Kurnia Effendi, Eko Kuntadhi,
Kristina Sirait, Julia Daniel Kotan, Ezra Tuname yang bertekad menjaga nurani merawat negeri. Semoga suara mereka dalam puisi
akan menembus sanubari para pembacanya. Tentu saja membawa pengaruh positif
untuk Indonesia.
Semua yang ada di dalam buku ini ditorehkan dengan niat
baik . Maka berkat kemurahan Tuhan yang mengalir pada kami untuk
kesempatan ini , Saya selaku ketua dan editor
menguucapkan terima kasih pada semua pihak yang tergabung dalam antologi
ini. Pada Ezra Tuname selaku kurator yang sudah mengurasi dengan baik dan bagus. Pada
Ibu Dr.Hj. Dewi Motik, M.Si.
yang berkenan memberikan sambutan dengan menggugah semnagat kami. Terima
kasih pada Bapak Dr. Yoseph Yapi Taum,
M.Hum. Dosen Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta yang menghantar pembaca untuk masuk pada puisi dengan prolog yang sangat mengalir
deras. Pada Bapak Alexander Aur Apelaby, Dosen Filsatat Universitas Pelita
Harapan dan Universitas Multimedia Nasional (UMN) yang
menutup buku ini dengan epilog yang
tidak kalah kerennya. Terima kasih juga pada
para pemberi endorsement Prof Tengsoe, Bapak Abdul Hadi W.M. ,
Bapak Rida K Liansi, Ibu Nia Samsihono, Ken Laras, dan Pak Ahmad Nurcholis, Om Sofyan RH. Zaid, serta teman-teman semua
yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Semua diberikan dalam takaran
sebagai orang yang juga
sangat mencintai Indonesia dan membaca buku puisi ini serta mengucap lantang juga “Kita Adalah Indonesia”.
Terakhir pada Taresi Publisher yang menerbitkan
buku ini dan bersedia mendampingi Penerbit Leragere
Pustaka Utama yang sedang belajar terbang dengan menginduk pada Taresi. Terima kasih Terima kasih pada
Sofyan RH Zaid yang membantu semuanya sampai percetakan dengan bantuan Mas Indra yang menata letaknya isi dan cover buku ini. Pak Hotlan Tobing untuk Penerbit Leragere. Terima kasih pada Mas Toto BS yang telah
membuatkan sketsa yang dengan dengan singkat mengerti seperti apa yang akan
dilukiskan. Terima kasih pada wajah
–wajah sketsa yang ada di buku yang bersedia untuk dimuat gambarnya Dra. Ariany
Isnamurti (PDS), Pak Yoseph Yapi Taum, Mas Wig S.M, Pak Isnain (PDS), Mas
Rusdiansyah (sutradara), Jose Rizal Manua.
Sebuah karya apabila sudah dipersiapkan
maksimal pun akan ada didapati banyak kekurangan maka dalam kesempatan ini ketua
mewakili semua yang terhimpun dalam buku ini memohon maaf yang sebesar-besarnya. Kami terbuka untuk kritik dan saran sangat diharapkan dan akan menjadi
lebih baik pada karya berikutnya. Sekali lagi terima kasih pada pribadi-pribadi tangguh yang membuat
syair-syair dalam buku ini menjadi utuh
dan juga semua yang membantu dalam hal
spiritual dan material yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu di sini.
Kita akan berjumpa pada karya berikutnya dan kita
akan saling membantu bergandengan tangan serta bersama merawat
kebhinnekaan bangsa kita bangsa Indonesia karena KITA ADALAH INDONESIA.
MERDEKA!!!
Jakarta , 07 Agustus 2017
Salam dan doa baik,
Julia Daniel Kotan
Endorsemen
Keindonesiaan kita akhir-akhir ini tergerus
oleh aneka kepentingan politik dan SARA yang sungguh memilukan. Diakui atau
tidak, itu terjadi di depan mata. Lalu apa yang harus dilakukan? Mari pupuk
kebersamaan dan keindonesiaan kita lewat beragam cara. Salah satunya lewat
literasi. Negeri ini sedang sakit yang akut, yang selalu kambuh dalam aneka
situasi. Buku ini ditulis oleh 25 penyair dengan tema dasarnya: kita adalah
Indonesia, Indonesia adalah kita. Tema ini sangat-sangat serius demi
merangkai-indahkan kembali kebersamaan kita sebagai bangsa yang majemuk. Melodi
dan syair-syairnya dengan tema beragam: Pancasila, bhinneka, korupsi, wakil
rakyat, nusantara, nelayan dan laut, agama dan toleransi, dll. Tetapi nada
dasarnya tetap sama, do= C: cinta tanah air. Profisiat untuk buku ini. Semoga
terus bermunculan buku-buku semacam ini menumbuhkan nasionalisme dan patriotisme
kita bersama, demi Indonesia yang jaya abadi seperti cita-cita para pendiri
bangsa. (Alfred B. Jogo Ena, Editor, Penulis Bung Karno, Gereja
Katolik, SVD, dan Pancasila tinggal di Sleman,Yogyakarta)
Refleksi luhur yang agung. Bumi pertiwi yang
membesarkan jiwa raga, berpuisilah agar terdengar cintamu, kesetiaanmu. Darah
dan jantungmu adalah suara-suara indah yang berani dan pahatlah di tiang
Nusantara. Agar tidak dilupakan. Rahayu "KITA ADALAH INDONESIA". Nadi
cinta yang abadi. (Dr. Ken Laras, Dosen, Penulis dan Peneliti, tinggal di Papua)
BACA dan RESAPI kumpulan puisi ini
meningkatkan rasa CINTA Tanah Air dan mengingatkan NILAI LUHUR Kebangsaan
seperti: integritas, toleransi, gotong raya. SANGAT DIREKOMENDASIKAN! Salam
Juara. (Putera Lengkong, MBA, Coach Olimpian Emas Indonesia 2016,
http://PuteraLengkong.ne, tinggal di DKI Jakarta)
Kita adalah Indonesia merupakan sebuah karya yang tidak sekedar bisa Anda
baca, tetapi akan membuat Anda sangat menikmati perjalanan batin sebagai orang
Indonesia. Semakin membuat kita mantap
dalam memahami budaya serta
merasakan Indahnya Kebhinnekaan Indonesia. (Tommy Wong, Ketua Umum
Billionaire Mindset Indonesia , tinggal di DKI Jakarta )
Buku ini membuktikan bahwa puisi selamanya
tetap layak dituliskan karena penyair
bertanggung jawab pada kelangsungan kemanusiaan sampai akhir hayatnya. Lagi
pula, dengan berpuisi, penyair tak sekadar hanya ingin menjadi penyair semata
tetapi juga mungkin, karena melalui puisi
ia merasa ikut berpolitik, berbakti bagi nusa bangsa serta beribadah.
Rasanya saya sedang membaca (manusia) Indonesia yang tampak selalu gelisah
melalui buku ini. (Kurniawan Junaedhie,
Pemulia Sastra, tinggal di Gading Serpong,Sumarecon Serpong)
Para penyair hakikatnya adalah para
pengembara yang berjalan jauh untuk menemukan sesuatu yang menjadi
kerinduannya. Seperti kumpulan puisi ini, Kita Adalah Indonesia. Para
penyairnya telah pergi mengembara mencari Indonesia. Seperti Kurnia Effendi
yang mencari Indonesia sampai ke Leiden ke helai kertas lusuh dan ceceran cat
dan tinta Raden Saleh. Yang mencari ke hutan-hutan bakau, ke dalam kabut.
Kumpulan puisi ini adalah kumpulan kegelisahan para penyair yang mencari
dirinya bernama Indonesia. Termasuk Indonesia yang compang-camping. Kumpulan
yang menarik meski getir. Shabas! (Rida
K Liansi, Penyair, tinggal di Riau)
Buku ini menghimpun aneka ekspresi dan suara
anak negeri tentang situasi masa kini Indonesia. Ada yang menyuarakan cintanya
kepada ibu Pertiwi. Ada yang mengekpresikan keresahan dan ada pula yang berisi
pengharapan. Selamat menikmati suara lain yang berlainan. (Abdul Hadi WM, Penyair
Indonesia, tinggal di Gunung Putri, Bogor)
Sejak awal, puisi menjadi instrumen penting
perjuangan bangsa-bangsa di dunia. Puisi
sanggup mengalirkan semangat untuk bertahan atau melawan demi keadilan. Puisi
mampu meniupkan inspirasi demi perubahan. Di Indonesia -melalui Yamin, Amir,
Chairil, dan lainnya- puisi menjadi ruh perjuangan dalam pembentukan NKRI. Oleh
sebab itu, saya kira buku ini merupakan bentuk terima kasih yang tinggi kepada
puisi, dan upaya kreatif menjaga keutuhan NKRI yang terancam melalui puisi.
Hormat saya kepada para penyair yang puisinya dimuat dalam buku ini. (Sofyan
RH. Zaid, Penyair, dan Editor. Tinggal di Bekasi)
Memasuki buku ini seperti mengumpulkan puzzle-puzzle ihwal kehidupan bernegara.
Para penyair menyuguhkan dari pelbagai sisi, yang terkadang mustahil untuk
dimasuki. Saya merasa beruntung membaca puisi-puisi ini degan sejumlah riwayat,
peristiwa dan tentunya jejak rekam kepenulisan para penyair yang panjang-seakan
memberikan tafsir lain, juga sebuah energi untuk terus jatuh cinta berulang
kali pada Indonesia. (Alex R Nainggolan, Penikmat Puisi,
tinggal di Tangerang)
Buku “Kita adalah Indonesia” merupakan “muara
rasa nasionalisme” dari dua puluh lima penyair. Para penyair telah memandang
Indonesia sebagai “Area Miniatur” dengan segala warnanya, mula dari warna alam,
budaya, religius hingga politik. Rasa kagum dan terpesona, menggugah para
penyair untuk mengartikulasikan semua realitas ini, dengan rangkaian kata yang
indah. Semoga buku ini, menjadi inspirasi bagi para pembaca untuk membangkitkan
nasionalisme dan patriotismenya bagi negeri ini. (Fritz Meko, SVD, tinggal di Surabaya)
Saat kita terlahir, kita adalah orang yang
tidak menggunakan apa pun, kita tumbuh dan hidup bersama satu sama lain tanpa
membedakan dan mengotak-kotakan apakah itu kelompok hitam, putih, ataupun
kuning.Namun, sayang jiwa kita dicelikkan dengan ajaran dewasa, bahwa si hitam
atau si kuning atau si putih adalah yang baik. Bahkan si dewasa, mengajarkan
dan menanamkan pada kita bahwa di luar kotanya adalah tak tahu akan sang
pencipta. Sang dewasa, hentikanlah semua ini, karena kita juga punya hak untuk
tumbuh bersama, karena keragaman itu indah bagai pelangi. Sadarkah bahwa kalian
dulu ada tanpa terkotak-kotak dan selalu bersama. (Sugeng M Poerba, Penikmat
Puisi, Kepala Bagian Administrasi Peninjauan Kembali Dokumentasi pada
Sekretariat Pengadilan Pajak, tinggal di DKI Jakarta)
Dengan sangat terpaksa saya harus mengatakan
bahwa puisi-puisi dalam antologi ini
ditulis oleh orang-orang 'gila' yang membawa kita melihat negeri ini dalam
'ketelanjangan'. Buku ini menampar para pecundang negeri ini. Ia merekam
cerdas kebatinan anak negeri. Indonesia
terkoyak, Indonesia menangis..! Kalian terpanggil mengumpulkan energi dalam
kebhinekaan! Kita sangat yakin, Indonesia Hebat! Kita adalah Indonesia! (Sastro Klengsreh Kali Code, tinggal di Yogyakarta).
Dalam keindahan itu hadir tema
bermacam-macam. Namun, semua seperti terbingkai oleh satu semangat, yaitu
semangat kebangsaan. Tak pelak, keberagaman yang terbingkai itu mestilah dirawat dengan semangat saling menghormati dan memiliki. Ide dan semangat
itu kadang hadir dalam diksi yang lugas, kadang dalam metafor yang segar. Apa
pun wujudnya dan bagaimanapun caranya, penyair melalui sajak-sajaknya telah
menyuarakan pentingnya semangat kebangsaan dalam keberagaman itu diabadikan. (Sunu Wasono, Dosen, Penyair, Pemerhati Cerita Lelembut dan Penggila Akik
tinggal di Cibinong)
Indonesia memang majemuk dan semajemuk itu
juga persoalan yang ada. Bagi yang peduli, maka buku yang sarat makna ini akan
bersama menyuarakan kepedulian kita adalah Indonesia. Semoga Indonesia semakin
baik lagi. (William Wiguna, MPd, Ketua Umum ASPIRASI-Asosiasi Penulis dan
Inspirator Seluruh Indonesia,tinggal di DKI
Jakarta)
Menjadikan Indonesia negara berdaulat,
tentram dan makmur adalah barisan harapan pada kedalaman makna puisi-puisi di
dalam buku ini. Sebagian seperti jarum dan benang hendak merajut kembali merah
putih yang koyak dihantam badai perpecahan. Karena tanah mengajarkan, meski
perbedaan di tanahku, tumbuh berbaur menyatu, darah-merah putih-tulang
negeriku. Karenamu, Tanah Airku, Karenamu cintaku. (Roymon Lemosol, Penyair Maluku, tinggal di Maluku)
Puisi akan hampa kalau tidak dibaca dan
diberi komentar maka menarilah pena saya untuk buku ini. Kita sadari Indonesia negeri yang sangat
elok, oleh karenanya Indonesia terlalu
indah dan sayang untuk dilukai. Senandung anak-anak pertiwi dalam mencintai
negeri ini dituangkannya melalui puisi.
Mengapa, karena Indonesia bukan negeri dongeng. Tuhan menciptakan Indonesia
begitu sempurna. mempunyai semuanya,
Pancasila,UUD'45,Kebhinnekaan dan harga mati NKRI. Rawatlah dan hidupi semuanya
karena Kita Adalah Indonesia! (Santi
Sima Gama, Penulis Feminis, Pegiat
Literasi, studi di Yogyakarta)
Banyak cara mengungkapkan cinta kepada tanah
air. Semua warga bangsa bisa melakukan cara masing-masing sesuai dengan talenta
dan kompetensi yang dimiliki. Dalam antologi ini, para penyair mengekspresikan
kecintaannya terhadap Indonesia melalui puisi. Mereka menuliskan perasaan dan
harapannya lewat berbagai gaya tutur yang berbeda. Ekspresi yang telanjang, ada
yang simbolik, ada yang amat sublim, dan ada pula yang sangat oratorik. Sebagai
antologi, keberagaman bentuk ucap adalah kekayaan. Anda mencintai Indonesia?
Sekarang, saatnya membaca antologi puisi ini. (Tengsoe Tjahjono, Dosen
Sastra Universitas Negeri Surabaya, tinggal di Malang)
Beragam cara digoreskan seseorang untuk
meluapkan perasaan, ide atau gagasan dalam bentuk tulisan. Puisi adalah salah
satunya. Dalam buku ini, para penulis puisi menunjukkan "taring"nya
bahwa puisi adalah senjata paling tajam untuk mengulas kata dan mengungkap
makna. Jangan lewatkan baris demi baris dari setiap bait yang tertuang. (Ahmad Nurcholish, Penulis, Aktivis Kebinekaan dan Perdamaian, tinggal di Bogor)
Puisi ialah bentuk ekspresi pengalaman batin
seseorang yang diwujudkan dengan kata-kata indah, perumpamaan, atau kiasan.
Sebagai sebuah karya sastra, puisi mengacu pada nilai estetika dan unsur
keindahan. Puisi juga sebagai alat yang diciptakan seseorang dalam meraih
tujuan. Para "penyair" yang tergabung dalam buku ini telah memilih
kata membangun rentetan metafor yang menopang kata. Karya mereka dapat menginspirasi
pembaca. Buku ini berisi tulisan "penyair" yang benar penyair
yang merangkai kata menjadi dunia. (Nia Samsihono, Penyair,tinggal di DKI Jakarta)
Membaca puisi-puisi yang tercantum dalam
antologi ini mengingatkan saya akan spirit kebangsaan yang ditanam para founding fathers bangsa Indonesia.
Semangat kebangsaan itu menyuntikkan ‘darah Indonesia’, dan kita pun
sungguh-sungguh merasa sebagai orang Indonesia. Puisi-puisi ini lahir di saat
yang tepat yaitu di tengah menggeloranya semangat di beberapa kalangan yang
ingin mempertanyakan kembali arti keindonesiaan kita. Karena itu, puisi-puisi
ini sangat cocok untuk menenun kembali jiwa keindonesiaan yang ‘mungkin’mulai
pudar digerus oleh keegoisan kita sendiri. (Benny Obon, S. Fil, M.Th, tinggal
di San Francisco, USA)
Indonesia sebagai rumah bersama tentu bukan
tanpa sentuhan antara alat-alat dapur, semisal gelas dan sendok, periuk, irus,
kuali, dan sutel. Demikian juga antarwarga dalam rumah bersama itu, bukan tanpa
sentuhan. Syair-syair dalam kumpulan puisi ini setidaknya mencerahkan setiap
warga rumah agar sentuhan-sentuhan antarwarga tidak membias menjadi daya yang
saling merugikan. (Avent Saur, Editor Rubrik Sastra Koran Flores Pos yang
bermarkas di Ende, Flores)
Ketika teknologi dan perkembangan zaman
semakin melaju, menusia berlomba-lomba untuk maju. Jeritan nurani semakin tak
terdengar, bahkan lenyap ditelah hiruk-pikuk polusi ambisi. Saya bersukur di
saat yang tepat para penyair kembali giat dan semangat menciptakan karya-karya
yang indah. Menyentuh, menyindir dan menghujam
lewat kata-kata yang puitis. Hal mana yang menyadarkan kita untuk
semakin mencintai negeri ini dan menjaganya agar Indonesia tetap bersatu.
Semoga buku ini berjaya. (Sari Narulita,
Penulis, Novelis tinggal di DKI Jakarta)
Puisi-puisi yang terangkum dalam kumpulan
buku puisi ini mampu membangkitkan rasa nasionalis yang sangat diperlukan pada
masa sekarang. Terutama bagi generasi sekarang yang mulai mendewakan gadget
sehingga mulai pudar rasa memiliki negeri kita tercinta ini. Apalagi saat ini
bangsa kita sedang dalam kondisi yang memprihatinkan dengan adanya gerakan
intoleran yang mau memecah bangsa. Maka buku-buku seperti ini wajib dibaca
untuk generasi muda atau siapa saja supaya mereka tidak lupa akan sejarah bangsanya.
Profisiat! (Kris Maryanta, Guru IPS SMP Santa Ursula, Jakarta Pusat,
tinggal di Bekasi)
Menurut saya, puisi yang ditulis oleh para
penyair ini adalah puisi-puisi yang
inspiratif. Saat membacanya hati terasa tergugah. Kami sebagai generasi muda
harus mulai memikirkan masa depan bangsa ini. Kami mungkin akan bisa juga
menyuarakan itu melalui puisi seperti ini, tetapi siapa yang akan membantu
kami? Semoga kami dapat merawat kebhinnekaan dan semangat persatuan di antara
kami sebagai generasi Z ini. Kami bangga dan bersiap melanjutkan estafet
kepemimpinan dengan merefleksikan isi puisi dalam buku ini. Saya ucapkan
“PERFECT” dan PROFISISIAT untuk kumpulan puisi ini. Ingat “Kita Adalah Indonesia”. (Agnes Briggita Gunawan, Kelas
IX-4 SMP Santa Ursula, Jakarta Pusat tinggal di DKI Jakarta)
Baca Juga:
Alamat Email Media Massa yang Memuat Karya Sastra
Menjadi Binatang Jalang atau Lonte Pemilik Modal - Dino Umahuk
Revolusi Kenabian oleh Sofyan RH. Zaid
Baca Juga:
Alamat Email Media Massa yang Memuat Karya Sastra
Menjadi Binatang Jalang atau Lonte Pemilik Modal - Dino Umahuk
Revolusi Kenabian oleh Sofyan RH. Zaid